10 November menjadi salah satu hari penting bangsa Indonesia hingga diperingati sebagai Hari Pahlawan Nasional. Hal ini ditetapkan oleh Presiden Soekarno melalui keputusan Presiden No. 316 Tahun 1959 pada tanggal 16 Desember 1959. Peringatan ini ditetapkan sebagai usaha mengenang peristiwa pertempuran 10 November 1945 yang terjadi di Surabaya.
Peristiwa 10 November 1945
Pertempuran ini melibatkan 25.000 tentara sekutu serta mengakibatkan sekitar 6000 warga Indonesia gugur. Dalam buku karya Abdul Waid yang berjudul Bung Tomo, Hidup dan Mati Roh Duniawi 10 November, pertempuran ini bermula dari kekalahan Jepang atas Indonesia setelah Proklamasi 17 Agustus 1945. Saat itu pemerintah mengeluarkan dekrit yang menetapkan mulai 1 September 1945 di seluruh daerah harus mengibarkan bendera nasional Merah Putih, tidak terkecuali di Surabaya.
Pertengahan September, pasukan inggris yang bergabung dalam AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) bersama pasukan NICA (Netherlands Indies Civil Administration) pimpinan AWS Mallaby datang ke Jakarta dan pada tanggal 25 September mereka tiba di Surabaya. Misi mereka melucuti dan mengembalikan tentara Jepang ke negaranya, membebaskan tawanan perang yang ditahan oleh Jepang serta merebut kembali Indonesia kepada Pemerintah Belanda sebagai jajahan. Hal ini memicu kemarahan arek-arek Suroboyo dan para pejuang hingga puncaknya menewaskan Mallaby. Berita tewasnya panglima Inggris di tangan arek-arek suroboyo ini menggemparkan dunia. Berita ini menjadi headline news di Inggris, Amerika dan Australia. Panglima tentara sekutu di Kawasan Asia Tenggara, Jenderal Christison mengancam dan menuntut rakyat Surabaya agar pembunuh Mallaby diserahkan, jika tidak Surabaya akan di Serang.
Para Pejuang mengadakan perundingan dengan tentara sekutu di Hotel Yamato yang berakhir rusuh karena Ploegman sebagai perwakilan tentara sekutu mengeluarkan senjata dan berakhir tewas di tangan Sidik. Pertempuran pun tidak terelakkan, di tengah pertempuran Hariyono dan Koesno Wibowo berhasil merobek bagian biru bendera Belanda. Pertempuran terjadi selama 3 minggu. Pertahanan oleh warga Surabaya ini mengejutkan pihak tentara sekutu. Dengan banyaknya pasukan, tentara sekutu mengira Surabaya akan bisa ditaklukkan hanya dalam waktu beberapa hari saja.
Peranan Mbah Kyai Ma’roef RA
Berita tentang pertempuran di Surabaya terdengar di mana-mana. Pidato Bung Tomo yang disiarkan melalui radio bergema sehingga membuat masyarakat ikut tergugah untuk turut berjuang. Tidak terkecuali di kalangan para Kyai dan Santri. Seruan Resolusi Jihad terdengar. Mbah Kyai Ma’roef ikut andil dalam medan pertempuran meskipun berada di garis belakang sebagai tukang do’a. Mbah Kyai Ma’roef merupakan ulama yang terkenal manjur dan ampuh doanya. Masyarakat, Kyai, Ulama atau siapapun tidak akan menyangkal bahwa kekeramatan beliau terletak pada keampuhan doanya yang terijabah dalam waktu sekejab. Ucapan beliau seperti “sabda pandhito ratu” dan firasatnya tidak pernah meleset. Banyak peristiwa yang terjadi membuktikan keampuhan do’a beliau salah satunya pada pertempuran 10 November.
Kyai dan santri ikut andil dalam pertempuran resolusi jihad melawan tentara sekutu. Mbah Kyai Ma’roef memberikan doa-doa sehingga para santri dan tentara yang ikut berjuang kebal terhadap berbagai macam senjata. Beliau mengisi kekebalan para pasukan dengan cara yang cukup unik. Setelah pasukan dibariskan, beliau menyuruh para pasukan minum air jeding di utara masjid Pesantren Kedonglo. Kemudian beliau berdoa dan para pasukan mengamini. Di antara doa yang beliau panjatkan, “Allahumma salimna minal bom wal binduk, wal bedil, wal martil wa uddada hayatina”.
Bukti Karomah Mbah Kyai Ma’roef RA
Meskipun doa beliau cukup nyeleneh, namun doa beliau sangat ampuh. Santri dan tentara yang ikut berperang menceritakan sering kali bom yang meledak ke arah mereka menjadi butiran-butiran kacang hijau. Santri juga terbukti mempunyai kekebalan seperti yang terjadi pada Gus Nawawi dari Jombang yang ketika bertempur punggungnya terkena martil tapi beliau tidak terluka. Namun punggungnya hanya menyisakan bekas martil sebesar ontong (bakal buah pisang). Besan Mbah Kyai Ma’roef yakni Kyai Hamzah juga mengikuti pertempuran di Surabaya dan kabarnya kaki beliau terkena bom tapi tidak terluka. Kyai Bisri Mustofa Rembang juga pernah merasakan keampuhan doa Mbah Kyai Ma’roef. Pada zamannya, Jepang pernah mengejar Kyai Bisri Mustofa hingga Kyai Bisri Mustofa bersembunyi di Kedonglo dan meminta perlindungan kepada Mbah Kyai Ma’roef. Oleh Mbah Kyai Ma’roef, Kyai Bisri diijazahi sebuah doa, setelah diamalkan Kyai Bisri selamat dari incara tentara Jepang.
Itulah salah satu karomah Mbah Kyai Ma’roef yang beliau manfaatkan untuk mengusir penjajah. Karomah beliau seakan tidak ada habisnya. Orang-orang yang hidup sezaman dengan beliau dan pernah bergaul dengan beliau sering menyaksikan dan merasakan langsung kekeramatan beliau.
Source:
Isnain, F. (2018). Dinamika Kepemimpinan Kiai: studi di pondok Pesantren Kedunglo “Al-Munadhoroh “Kediri (Doctoral dissertation, UIN Sunan Ampel Surabaya).
https://manajemen.uma.ac.id/2021/11/sejarah-dan-makna-peringatan-hari-pahlawan-10-november/
https://jabar.nu.or.id/sejarah/kiai-abbas-dan-perang-10-november-di-surabaya-PB81u
https://jatim.nu.or.id/opini/peran-kiai-as-ad-dalam-pertempuran-10-november-1945-oiGiR